Permen PUPR Baru & Masa Depan Pengadaan Jasa Konstruksi





Setelah sekian lama menunggu akhirnya regulasi yang mengatur tentang Standar Dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia ditetapkan tanggal 15 Mei 2020 dan diundangkan beberapa hari lalu tepatnya tanggal 18 Mei 2020. Regulasi ini berupa Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat (Permen PUPR) Nomor 14 Tahun 2020 Tentang Standar Dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi  Melalui Penyedia dan mengganti regulasi lama Permen PUPR Nomor 07/PRT/M/2019 Tentang Standar Dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia.

Kenapa regulasi ini sangat ditunggu oleh insan pengadaan? Karena regulasi ini akan mempengaruhi persyaratan-persyaratan dalam tender konstruksi.
Permen PUPR ini diterbitkan dengan mempertimbangkan beberapa hal di antaranya untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung Nomor 64 P/HUM/2019 tanggal 3 Oktober 2019 karena adanya permohonan keberatan hak uji materiil terhadap Pasal 21 ayat (3) huruf a, b dan c Permen PUPR Nomor 07/PRT/M/2019 oleh Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Aspal Dan Beton Indonesia (DPP AABI) sehingga perlu melakukan penyesuaian ketentuan pengadaan jasa konstruksi melalui penyedia. Selain itu untuk mengakomodir pengaturan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa terkait pengadaan langsung dan tender terbatas jasa konstruksi sehingga perlu menyusun pengaturan pengadaan jasa konstruksi melalui penyedia yang komprehensif.

Permen ini dimaksudkan sebagai pedoman dalam pengadaan Jasa Konstruksi melalui Penyedia yang meliputi Jasa Konsultansi Konstruksi dan  Pekerjaan Konstruksi. Permen ini bertujuan agar pelaksanaan Pemilihan Penyedia Jasa Konstruksi lebih operasional dan efektif.

Hal Baru Dalam Regulasi Baru

Permen PUPR baru ini terdiri dari 12 bab, 132 pasal dengan lampiran terdiri dari 31 buku yang keseluruhannya sekitar 4000 halaman jika di-printout membutuhkan sekitar 8 rim kertas, bandingkan dengan regulasi sebelumnya yang hanya terdiri dari 10 bab, 100 pasal dengan lampiran terdiri dari 24 buku.

Beberapa hal baru dalam regulasi ini, di antaranya: Pertama, memasukkan Pengadaan Jasa Konstruksi Untuk Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat. Hal ini menindaklanjuti Perpres Nomor 17 Tahun 2019 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Untuk Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua Dan Provinsi Papua Barat. Dari 12 bab, 1 bab khusus mengatur tentang Pengadaan Jasa Konstruksi Untuk Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat, yaitu bab VIII.

Kedua, memasukkan Pemilihan Pengadaan Langsung Jasa Konstruksi dalam regulasi ini. Standar Dokumen Pemilihan Pengadaan Langsung Jasa Konstruksi yang merupakan lampiran terdiri dari 4 buku. Ada reviuw oleh Pejabat Pengadaan terhadap dokumen persiapan yang diserahkan Pejabat Pembuat Komitmen. Pelaksanaan pengadaan langsung dilakukan melalui sistem secara elektronik atau secara manual dan dicatatkan dalam sistem pengadaan secara elektronik. Istilahnya pengadaan langsung bukan langsung pengadaan… hehehe…

Ketiga, Segmentasi Pemaketan Pekerjaan Konstruksi. Untuk nilai HPS sampai dengan Rp 2.500.000.000,- (dua miliar lima ratus juta rupiah) disyaratkan hanya untuk Penyedia Pekerjaan Konstruksi dengan kualifikasi usaha kecil, berbeda dengan Permen sebelumnya yang nilai HPS untuk kualifikasi usaha kecil sampai dengan Rp 10.000.000.000,- (sepuluh miliar  rupiah). 

Untuk nilai HPS  di atas Rp 2.500.000.000,- (dua miliar lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp 50.000.000.000,- (lima puluh miliar rupiah) disyaratkan hanya untuk Penyedia Pekerjaan Konstruksi dengan kualifikasi usaha menengah, berbeda dengan sebelumnya nilai HPS  di atas Rp 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp 100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah) untuk kualifikasi usaha menengah.

Sedangkan nilai HPS di atas Rp 100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah) disyaratkan hanya untuk Penyedia Pekerjaan Konstruksi dengan kualifikasi usaha besar, sama seperti regulasi sebelumnya. 

Selain itu, ada penambahan satu item yaitu untuk nilai HPS di atas Rp 50.000.000.000,- (lima puluh miliar rupiah) sampai dengan Rp 100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah) disyaratkan hanya untuk Penyedia Pekerjaan Konstruksi dengan kualifikasi usaha besar non badan usaha milik negara.

Keempat, regulasi ini diperuntukkan bagi pelaksanaan Pemilihan Penyedia Jasa Konstruksi melalui Pengadaan Langsung, Tender Terbatas, atau Tender/Seleksi di Lingkungan Kementerian/Lembaga, atau Perangkat Daerah yang pembiayaannya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD). Jika dibandingkan dengan Permen PUPR Nomor 07/PRT/M/2019 sebelumnya yang hanya diperuntukkan bagi pelaksanaan Pemilihan Penyedia Jasa Konstruksi melalui Tender/Seleksi di lingkungan kementerian/lembaga yang pembiayaannya dari APBN, sedangkan bagi Pemerintah Daerah menjadi  acuan dalam menyusun dokumen   pengadaan Jasa Konstruksi melalui Penyedia. Mulai saat ini semua Kementerian/Lembaga dan Perangkat Daerah menggunakan regulasi ini.

Kelima, penambahan persyaratan dalam pemilihan. Dalam hal diperlukan penambahan persyaratan terkait persyaratan kualifikasi Penyedia dan/atau persyaratan teknis penawaran, dapat dilakukan dengan syarat:

a.  Untuk pekerjaan dengan pembiayaan dari APBN mendapatkan persetujuan dari Pejabat Pimpinan Tinggi Madya pada kementerian/lembaga; atau
    
b. Untuk pekerjaan dengan pembiayaan dari APBD mendapatkan persetujuan dari Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama pada pemerintah daerah yang membidangi Jasa Konstruksi dan Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama pada pemerintah daerah yang merupakan unsur pengawas penyelenggaraan pemerintahan daerah; dan

c. Tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Jika dibandingkan dengan Permen PUPR Nomor 07/PRT/M/2019 sebelumnya penambahan  persyaratan berupa persyaratan kualifikasi Penyedia dan/atau persyaratan teknis penawaran harus mendapatkan persetujuan dari Pejabat Pimpinan Tinggi Madya.

Keenam, pengaturan pengaduan. Peserta yang memasukkan penawaran dalam Tender Pekerjaan Konstruksi hanya dapat mengajukan pengaduan dalam hal jawaban atas sanggah banding telah diterima oleh peserta.

Ketujuh, persyaratan Kerja Sama Operasi (KSO). Kerja sama operasi dapat dilaksanakan dengan ketentuan:
a. memiliki kualifikasi usaha besar dengan kualifikasi usaha besar (B-B);
b. memiliki kualifikasi usaha menengah dengan kualifikasi usaha menengah (M-B); 
c. memiliki kualifikasi usaha besar dengan kualifikasi usaha menengah (B-M); atau
d. memiliki kualifikasi usaha menengah dengan kualifikasi usaha kecil (M-K).

KSO tidak dapat dilaksanakan oleh:
a. Penyedia dengan kualifikasi usaha besar dengan kualifikasi usaha kecil (B-K); dan
b. Penyedia dengan kualifikasi usaha kecil dengan kualifikasi usaha kecil (K-K).

Jumlah Anggota KSO dapat dilakukan dengan batasan:
a. untuk pekerjaan yang bersifat tidak kompleks dibatasi paling banyak 3 (tiga) perusahaan dalam 1 (satu) KSO; dan
b. untuk pekerjaan yang bersifat kompleks dibatasi paling banyak 5 (lima) perusahaan dalam 1 (satu) KSO.

Dalam melaksanakan KSO, salah satu badan usaha anggota kerja sama operasi harus menjadi leadfirm. Leadfirm KSO harus memiliki kualifikasi setingkat atau lebih tinggi dari badan usaha anggota kerja sama operasi dengan porsi modal mayoritas dan paling banyak 70% (tujuh puluh persen).

Kedelapan, persyaratan dan tata cara evaluasi tender/seleksi. Permohonan keberatan hak uji materiil oleh DPP AABI menjadi blessing. Regulasi sebelumnya masih terdapat celah atau kekurangan, sehingga perlu ditambal. Misalnya terkait persyaratan SBU, kemampuan dasar, metode pelaksanaan, personel manajerial, peralatan utama, penerapan SMKK, dan pekerjaan yang disubkontrakkan.

Kesembilan, pengaturan kontrak kerja konstruksi. Misalnya: 1) penolakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) terhadap hasil pemilihan, dengan alasan jika : (a) dalam Dokumen Pemilihan ditemukan kesalahan atau tidak sesuai peraturan perundangan; (b) Proses pelaksanaan pemilihan tidak sesuai ketentuan dalam Dokumen Pemilihan; dan/atau (c) Dokumen penawaran dan data kualifikasi pemenang dan/atau pemenang cadangan tidak memenuhi persyaratan sesuai yang disyaratkan dalam Dokumen Pemilihan; 2) Rapat Persiapan Penunjukan Penyedia. Rapat ini dilaksanakan oleh PPK dengan mengundang pemenang sebelum menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) setelah berita acara hasil Pengadaan Langsung diterima oleh PPK. Saat rapat, pembuktian sertifikat kompetensi personel dilaksanakan tanpa menghadirkan personel yang bersangkutan.

Kesepuluh, selain itu juga diatur bahwa Sertifikat Badan Usaha yang disampaikan dalam pembuktian kualifikasi dan Sertifikat keahlian dan sertifikat keterampilan yang disampaikan dalam rapat persiapan penunjukan Penyedia barang/jasa harus berbentuk elektronik ini mulai diberlakukan untuk pengadaan Jasa Konstruksi tahun anggaran 2021.

Ketentuan Peralihan

Dengan diberlakukannya Permen PUPR ini, maka: Pertama, Pengadaan Jasa Konstruksi yang telah dilakukan sampai dengan tahap perencanaan atau tahap persiapan berdasarkan Permen PUPR Nomor 07/PRT/M/2019 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi melalui Penyedia, tetap harus menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

Kedua, Pengadaan Jasa Konstruksi yang telah dilakukan sampai dengan tahap pelaksanaan berdasarkan Permen PUPR Nomor 07/PRT/M/2019 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi melalui Penyedia, masih tetap dilaksanakan sampai dengan selesainya seluruh kegiatan Jasa Konstruksi.

Ketiga, Kontrak yang ditandatangani sebelum berlakunya Permen ini, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya Kontrak tersebut.
 
Harapan dan Tantangan

Anggaran untuk belanja barang pemerintah setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Tahun 2017 total anggaran belanja barang mencapai Rp. 1.000 Triliun yang terdiri dari APBN sekitar Rp. 627 Triliun dan sisanya berasal dari APBD provinsi serta kabupaten/kota. Sedangkan tahun 2018 ini, belanja barang pemerintah mencapai hingga Rp. 1.200 Triliun.

Pengadaan barang/jasa dalam postur APBN memang memiliki peran penting. Sekitar 30% belanja yang ada di APBN digunakan untuk belanja pengadaan barang dan jasa. Angka ini naik 300% dibandingkan 10 tahun lalu (OkezoneFinance, 5 Desember 2017). Jika anggaran tahun 2018 ini sebesar Rp. 1.200 Triliun, maka pemerintah bisa membelanjakan sekitar Rp. 3 Triliun per hari. Hal ini tentu akan berdampak sangat signifikan terhadap perekonomian. Anggaran Infrastruktur mencapai 420,5 Triliun di tahun 2019 atau 17,2% dari total belanja APBN 2019 (Kompasiana, 5 September 2019). 



Pada tahun anggaran 2020 sesuai data pada tabel di atas yang diperoleh dari https://monev.lkpp.go.id/ bahwa untuk pekerjaan konstruksi dengan nilai Rp 161.411.554 milyar dan nilai pekerjaan konsultansi sebesar Rp 13.175.940 milyar. Untuk memproses belanja pemerintah yang sangat besar tersebut, para pengelola pengadaan barang/jasa pemerintah saat ini dituntut untuk terus berbenah, lebih profesional, memiliki pemahaman terhadap tugas dan fungsi dasar sebagai pengelola pengadaan dan yang lebih penting lagi mampu menyerap pesan penting yang tertuang dalam berbagai aturan pengadaan barang/jasa pemerintah.
Ada berbagai sumber hukum yang perlu mendapat perhatian pengelola pengadaan selain Perpres Nomor 16 Tahun 2018, di antaranya Undang-undang Keuangan Negara, Undang-undang Perbendaharaan Negara, Undang-undang Jasa Konstruksi, Peraturan Perpajakan, Peraturan LKPP, Hukum Pidana, Hukum Perdata dan aturan terkait lainnya.

Selamat menikmati sajian terbaru dari regulasi baru yang mungkin cara masaknya berbeda dengan sebelumnya, akan tetapi memiliki tujuan yang sama guna memenuhi kebutuhan barang/jasa dengan cara yang baik. Semoga regulasi baru ini menjadi angin segar perbaikan Pengadaan Jasa Konstruksi di Indonesia. Semoga…

*****

Permen PUPR Nomor 14 Tahun 2020 Tentang Standar Dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi  Melalui Penyedia dan Lampirannya versi PDF dan versi WORD dapat di-download di bawah ini.

Posting Komentar