COVID-19 Dan Pengadaan Barang/Jasa Dalam Kondisi Darurat




 “Salus populi suprema lex esto. Keselamatan rakyat harus menjadi hukum tertinggi” (Cicero).

Awal tahun 2020 ini kita dihebohkan oleh kehadiran SARS-CoV-2, nama virus pembawa penyakit Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang telah menyebar sejak akhir tahun 2019. Lebih dari 789.218 orang positif terinfeksi COVID-19 yang tersebar di 200 negara, dengan total yang meninggal 38.090 orang dan 166.441 orang telah dinyatakan sembuh (Kompas.com, 31/03/2020). Di Indonesia hingga hari ini dilaporkan sebanyak dari 1.528 kasus positif COVID-19 terkonfirmasi, dengan total yang meninggal 136 orang dan 81 orang dinyatakan sembuh (CNN Indonesia, 31/03/2020). Memiliki kecepatan penyebaran dengan label “skyrocketed” ke seluruh dunia, COVID-19 sangat layak disebut sebagai pandemi, maka tak mengherankan, World Health Organization (WHO) telah menyatakan COVID-19 sebagai Global Pandemic tanggal 11 Maret 2020 dan tiga hari kemudian pada tanggal 14 Maret 2020, Pemerintah Indonesia telah menetapkan wabah ini sebagai Bencana Nasional.

Dalam penanganan keadaan darurat berupa bencana alam, bencana non-alam antara lain berupa wabah penyakit, dan/atau bencana sosial, Pemerintah berkewajiban untuk hadir memberikan pelayanan kepada masyarakat agar keadaan darurat segera teratasi dan terkendali sehingga mengurangi korban jiwa. Salah satu penanganan dalam keadaan darurat adalah diperlukannya barang/jasa bersifat mendesak yang mengakibatkan tingkat pemenuhannya memiliki prioritas kecepatan dan ketepatan seperti melakukan penyelamatan dalam kondisi bencana, pengadaan Alat Pelindung Diri (APD), masker, hand sanitizer, obat-obatan, dan kebutuhan mendesak lainnya.

Secara umum keseluruhan keadaan di atas merupakan suatu kondisi yang pemenuhan kebutuhan barang/jasa tidak direncanakan sebelumnya baik dari sisi jenis, jumlah dan waktu yang tidak dapat ditunda dan harus dilakukan dengan segera.

Bagaimana Pengadaan Barang/Jasa Dilakukan Dalam Kondisi Darurat?

Pengadaan Barang/Jasa dalam Penanganan Keadaan Darurat adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa dalam masa status keadaan darurat yang ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Bencana wabah COVID-19 termasuk dalam kriteria keadaan darurat sebagaimana diatur dalam pasal 5 Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 13 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Dalam Penanganan Keadaan Darurat.

Tahapan Pengadaan Barang/Jasa dalam penanganan keadaan darurat meliputi: perencanaan pengadaan, pelaksanaan pengadaan yang dapat dilakukan dengan penyedia maupun swakelola, dan penyelesaian pembayaran. Perencanaan pengadaan meliputi identifikasi kebutuhan barang/jasa, analisis ketersediaan sumberdaya, dan penetapan cara Pengadaan Barang/Jasa.

Siapa Saja Pelaku Pengadaan Dalam Kondisi Darurat?

Dalam penanganan darurat, tidak dibutuhkan Kelompok Kerja (Pokja) Pemilihan atau Pejabat Pengadaan untuk melakukan proses pemilihan penyedia barang/jasa. Ada 3 (tiga) Pelaku pengadaan dalam penanganan keadaan darurat, yaitu: (1) Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) memiliki tugas: (a) menetapkan identifikasi kebutuhan dan ketersediaan sumber daya yang dimiliki/tersedia; (b) memerintahkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa berdasarkan Status Keadaan Darurat; dan (c) mengalokasikan anggaran yang diperlukan untuk Pengadaan Barang/Jasa dalam penanganan keadaan darurat; (2) Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) memiliki tugas: (a) melakukan identifikasi kebutuhan dan menganalisis ketersediaan sumberdaya yang dimiliki/tersedia; (b) melakukan penunjukan Penyedia dalam penanganan keadaan darurat; (c) menerbitkan SPPBJ; (d) apabila diperlukan, melakukan serah terima lokasi pekerjaan kepada Penyedia; (e) menerbitkan SPMK/SPP; (f) mengendalikan pelaksanaan pekerjaan; dan (g) melakukan perikatan/perjanjian; (3) Penyedia memiliki tugas: (a) melaksanakan pekerjaan; dan (b) melakukan serah terima hasil pekerjaan kepada PPK.

Pengadaan Barang/Jasa untuk Penanganan COVID-19

Keadaan darurat membutuhkan penanganan yang cepat, khususnya dalam pengadaan barang/jasa untuk kebutuhan penanganan COVID-19 bagi tenaga medis maupun masyarakat dan berbagai barang dan jasa kesehatan lainnya, serta pemenuhan kebutuhan komoditas pangan. Kondisi darurat tersebut memberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk melakukan proses pengadaan barang/jasa melalui mekanisme dalam keadaan darurat.

Mengacu pada Surat Edaran Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Penjelasan Atas Pelaksanaan Pengadaan  Barang/Jasa Dalam Rangka Penanganan COVID-19 bahwa pengadaan barang/jasa pemerintah dalam rangka penanganan keadaan darurat COVID-19 dilakukan sebagai berikut: (1) Menteri, Pimpinan Lembaga dan Kepala Daerah mengambil langkah-langkah lebih lanjut dalam rangka Percepatan Pengadaan  Barang/Jasa Penanganan Darurat dalam rangka penanganan COVID-2019; (2) Pengguna Anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran menetapkan kebutuhan barang/jasa dalam rangka penanganan darurat untuk penanganan COVID-19 dan memerintahkan Pejabat Pembuat Komitmen untuk melaksanakan pengadaan barang/jasa; (3) Pejabat Pembuat Komitmen melaksanakan langkah-langkah sebagai berikut: (a) Menunjuk Penyedia yang antara lain pernah menyediakan barang/jasa sejenis di instansi pemerintah atau sebagai Penyedia dalam Katalog Elektronik. Penunjukkan Penyedia dimaksud dilakukan walaupun harga perkiraannya belum dapat ditentukan; (b) Untuk pengadaan barang: (1) menerbitkan Surat Pesanan yang disetujui oleh Penyedia; (2) meminta Penyedia menyiapkan bukti kewajaran harga barang; (3) melakukan pembayaran berdasarkan barang yang diterima. Pembayaran dapat dilakukan dengan uang muka atau setelah barang diterima (termin atau seluruhnya); (c) Untuk pengadaan pekerjaan konstruksi/jasa lainnya/jasa konsultansi: (1) menerbitkan Surat Penunjukkan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) dan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK); (2) meminta Penyedia menyiapkan bukti kewajaran harga; (3) menandatangani Kontrak dengan Penyedia berdasarkan Berita Acara Perhitungan Bersama dan Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan; (4) melakukan pembayaran berdasarkan SPPBJ. Pembayaran dapat dilakukan dengan uang muka atau setelah pekerjaan selesai (termin atau seluruhnya); (d) Untuk pengadaan Barang, Jasa Lainnya dan Pekerjaan Konstruksi diutamakan menggunakan jenis Kontrak Harga Satuan; (4) Pengadaan barang/jasa untuk penanganan darurat dalam rangka penanganan COVID-19 juga dapat dilaksanakan dengan swakelola; (5) Untuk memastikan kewajaran harga setelah dilakukan pembayaran, PPK meminta audit oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan; dan (6) Para pihak yang terlibat dalam pengadaan ini wajib mematuhi etika pengadaan dengan tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat atau berupa apa saja dari atau kepada siapa pun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan pengadaan barang/jasa ini.

 Pengadaan Barang/Jasa untuk Penanganan COVID-19, selain berpedoman pada Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 13 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Dalam Penanganan Keadaan Darurat, juga harus memperhatikan beberapa regulasi terkait, di antaranya: (1) Keppres Nomor 9 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19; (2) Inpres Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran, Serta Pengadaan Barang Dan Jasa Dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19; (3) Permendagri Nomor 20 Tahun 2020 Tentang Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 di Lingkungan Pemerintah Daerah; (4) Surat Edaran Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor SE-6/K/D2/2020 tentang Tata Cara Reviu Oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Atas Pengadaan Barang/Jasa Dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19; (5) Surat Menteri Keuangan Nomor S-247/MK.07/2020 tentang Penghentian Proses Pengadaan Barang/Jasa Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Tahun Anggaran 2020; (6) Surat Edaran Kepala LKPP Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pembuktian Kualifikasi/Klarifikasi Dan Negosiasi  Pada Pemilihan Penyedia Dalam Masa Wabah COVID-19; dan (7) Surat Edaran Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 8 Tahun 2020 Tentang Penggunaan Anggaran Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-2019) Terkait Dengan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi.

Reviu oleh APIP Dalam Rangka Penanganan COVID-19

Sesuai Surat Edaran Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor SE-6/K/D2/2020 tentang Tata Cara Reviu Oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Atas Pengadaan Barang/Jasa Dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19, langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan reviu, yaitu: (1) Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) melaksanakan reviu secara cepat, tepat, dan fokus dalam rangka mendukung percepatan penanganan COVID-19. Reviu dapat dilaksanakan secara paralel dengan proses pengadaan barang/jasa  dengan tetap memperhatikan protokol penanganan COVID-19; (2) APIP menyusun dan mendokumentasikan rencana penugasan reviu yang antara lain mencakup tujuan penugasan, ruang lingkup, alokasi waktu yang relatif singkat, dan alokasi sumber daya; (3) Hal-hal yang perlu menjadi perhatian APIP dalam melakukan reviu adalah sebagai berikut: (a) Memastikan bahwa kegiatan pengadaan barang/jasa Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah adalah dalam rangka percepatan penanganan COVID-19; (b) Meyakinkan bahwa Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah telah memiliki daftar identifikasi kebutuhan barang/jasa dalam rangka percepatan penanganan COVID-19; (c) Memastikan Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran telah memerintahkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk melaksanakan pengadaan barang/jasa dalam rangka percepatan penanganan COVID-19; (d) Memastikan bahwa penyedia yang ditunjuk oleh PPK memiliki kemampuan untuk melaksanakan pengadaan barang/jasa yang antara lain ditunjukkan dengan pernah menyediakan barang/jasa sejenis di instansi pemerintah, sebagai penyedia dalam Katalog Elektronik, atau bukti lainnya; (e) Memastikan bahwa alat kesehatan dan alat kedokteran, dan obat yang disediakan penyedia telah memiliki nomor registrasi atau sedang dalam proses perpanjangan; (f) Memastikan bahwa penyedia barang/jasa menyiapkan bukti kewajaran harga (pada kondisi penanganan COVID-19) yang akan diuji saat dilaksanakan audit; (g) Memastikan bahwa barang yang telah dibayar sesuai dengan pesanan dan akan diterima dalam jangka waktu yang telah disepakati secara tertulis; (h) Untuk pekerjaan konstruksi/jasa lainnya/jasa konsultansi, memastikanbahwa penyedia melaksanakan pekerjaan segera setelah Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) dan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) terbit; (i) Untuk pekerjaan swakelola, memastikan bahwa Tim Pelaksana Kegiatan mempunyai keahlian profesional, personil, dan sumber daya teknis serta telah menyetujui untuk menyediakan barang/jasa; (j) Memastikan bahwa masing-masing pihak yang terlibat dalam pengadaan barang/jasa  antara lain PPK. Tim Pelaksana Kegiatan (kegiatan swakelola), Penyedia Barang/Jasa dana Penerima Barang/Jasa telah membuat dan menandatangani Pakta Integritas pengadaan barang/jasa; (4) APIP mendokumentasikan informasi pelaksanaan reviu dalam bentuk kertas kerja reviu dan disimpan secara tertib dan sistematis agar dapat secara efektif diambil kembali, dirujuk, dan dianalisa; (5) APIP mengkomunikasikan hasil reviu, memberikan saran dan pendampingan apabila diperlukan perbaikan kepada Pimpinan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah. Hasil reviu APIP Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah ditembuskan kepada Kepala BPKP bagi Kementerian/Lembaga dan kepada Kepala Perwakilan BPKP bagi Pemerintah Daerah. Hasil reviu disampaikan secara digital melalui surat elektornik (e-mail) yang telah ditetapkan. Selain itu, APIP Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dapat berkonsultasi lebih lanjut dengan Tim Teknis Pengawalan Akuntabilitas Keuangan dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19 pada BPKP Pusat dan Perwakilan.

Pencegahan Tindak Pidana Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi telah menerbitkan Surat Edaran Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 8 Tahun 2020 tanggal 2 April 2020 Tentang Penggunaan Anggaran Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-2019) Terkait Dengan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi. Surat Edaran tersebut memuat tentang pencegahan korupsi, yaitu: (1) PBJ tetap memperhatikan perundang-undangan yang berlaku termasuk aturan yang secara khusus dikeluarkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) tentang pelaksanaan pengadaan  barang/jasa dalam rangka penanganan COVID-19. KPK mendorong keterlibatan aktif Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam melakukan pengawasan dan pendampingan terkait proses pelaksanaan PBJ serta berkonsultasi dengan LKPP; (2) Prinsip PBJ pada kondisi darurat yaitu efektif, transparan dan akuntabel, dengan tetap berpegang pada konsep harga terbaik (value for money) sebagaimana yang tercantum dalam pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jas Pemerintah bahwa salah satu tujuan PBJ adalah menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, jumlah, waktu, biaya, lokasi, dan penyedia. Sehingga, harga tidak menjadi variabel yang berdiri sendiri namun perlu juga mempertimbangkan variabel lain pembentuk harga terutama kualitas dan waktu di tengah situasi darurat/bencana ini. Prinsip transparan dan akuntabel harus dijalankan dengan mendokumentasikan dan membuka setiap tahapan pengadaan dalam rangka mencari harga terbaik (value for money) tersebut; (3) KPK mengingatkan agar dalam seluruh tahapan pelaksanaan PBJ, selalu menghindari perbuatan-perbuatan yang dikategorikan tindak pidana korupsi, di antaranya: (a) Tidak melakukan persekongkolan/kolusi dengan penyedia barang/jasa. Persekongkolan/kolusi yang biasa terjadi antara penyelenggara Negara/ASN/pejabat publik dengan penyedia barang/jasa di antaranya adalah mengatur harga barang/jasa bersama dengan penyedia, atau mengatur pemenang di antara penyedia; (b) Tidak memperoleh kickback dari Penyedia. Kickback adalah pembayaran balik dari penyedia, dimana pembayaran balik tersebut merupakan bagian dari jumlah kontrak yang diterima penyedia. Inisiatif kickback bisa datang dari penyedia atau dapat juga merupakan persekongkolan/kolusi antara penyelenggara Negara/ASN/pejabat publik dengan penyedia; (c) Tidak mengandung unsur penyuapan. Penyelenggara Negara/ASN/pejabat publik tidak boleh menerima pemberian atau janji dengan maksud melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang menjadi kewenangannya atau karena pengaruh atau wewenang yang dimilikinya. Suap menyuap dalam PBJ melibatkan 2 unsur yaitu pemberi suap (penyedia Barang/Jasa) dan penerima suap (Penyelenggara Negara/ASN/pejabat publik yang berwenang dalam pengadaan barang/jasa); (d) Tidak mengandung unsur gratifikasi. Gratifikasi yaitu segala bentuk pemberian dari pihak-pihak yang mempunyai hubungan dengan jabatan serta berlawanan dengan tugas dan kewajiban selaku Penyelenggara Negara/ASN/pejabat publik. Penyelenggara Negara/ASN/pejabat publik tidak boleh menerima hadiah atau pemberian apapun, walaupun proses PBJ telah berjalan secara baik sesuai dengan prosedur. Gratifikasi dapat meliputi uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya; (e) Tidak mengandung unsur adanya benturan kepentingan dalam pengadaan. Penyelenggara Negara/ASN/pejabat publik dapat memiliki potensi benturan kepentingan, dalam pengadaan, misalnya calon penyedia barang/jasa adalah kerabat/anggota keluarga/teman dari Penyelenggara Negara/ASN/pejabat publik yang berwenang baik langsung maupun tidak langsung terhadap proses PBJ tersebut. Situasi tersebut jika tidak dihindari atau tidak dimitigasi maka dapat berpotensi terjadinya tindak pidana korupsi; (f) Tidak mengandung unsur kecurangan dan atau mal-administrasi. Penyelenggara Negara/ASN/pejabat publik tidak berbuat curang dan/atau sengaja memanipulasi administrasi PBJ yang melibatkan pihak penyedia maupun pejabat berwenang dalam PBJ. Perbuatan curang dan atau kesengajaan dalam memanipulasi administrasi PBJ yang melibatkan pihak penyedia maupun pejabat berwenang dalam PBJ merupakan bagian dari tindak pidana korupsi; (g) Tidak berniat jahat dengan memanfaatkan kondisi darurat sehingga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Ancaman hukuman bagi yang berniat jahat memanfaatkan kondisi darurat adalah hukuman amati atau penjara seumur hidup; dan (h) Tidak membiarkan terjadinya tindak pidana korupsi, padahal mengetahui dengan sadar akan ada akibat yang dapat menimbulkan kerugian negara tetapi membiarkan (delik omisi) atau dengan sengaja (met opzet) sebagai pelaku atau turut serta melakukan atau turut membantu melakukan atau membujuk melakukan.   

Monitoring, Evaluasi, Dan Pelaporan

Monitoring, evaluasi, dan pelaporan dilakukan oleh KPA/PPK terhadap tahapan kegiatan pengadaan dalam penanganan darurat. Monitoring dilakukan oleh KPA/PPK dan dapat dibantu oleh pihak lain yang independen dan/atau pengguna/penerima akhir terhadap pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dalam penanganan keadaan darurat dengan pemantauan lapangan atau laporan yang diberikan oleh Penyedia. Monitoring dilakukan terhadap kesesuaian kebutuhan pengadaan dengan hasil identifikasi kebutuhan dan analisis ketersediaan sumber daya dan kesesuaian antara kebutuhan pengadaan dengan hasil pekerjaan yang sedang/telah dilakukan.

Evaluasi dilakukan oleh KPA/PPK untuk menganalisis kendala yang dihadapi dan menyusun rencana tindaklanjut untuk memitigasi atau memprediksi kejadian/kondisi yang berpotensi menghambat pelaksanaan pekerjaan. Setelah selesainya pekerjaan, KPA/PPK menyusun laporan penyelesaian pekerjaan dan diserahkan kepada Pengguna Anggaran.

Pesan tuk Pelaku Pengadaan

Tetaplah berkreasi mendukung penanganan keadaan darurat dalam rangka penanganan Covid-19. Beberapa pesan untuk pelaku pengadaan barang jasa dalam keadaan darurat. Pertama, baca dan pelajari regulasi terkait pengadaan barang/jasa, terutama dalam keadaan darurat. Dengan mempelajari ketentuan-ketentuan tersebut, dapat mengurangi kecemasan sebagai pelaku pengadaan. Kedua, implementasikan apa yang telah dibaca. Jadikan ketentuan-ketentuan tersebut sebagai pedoman. Karena yang kita pedomani adalah administrasi negara. Ketentuan-ketentuan ini sebenarnya terkait dengan Standar Operasional Prosedur (SOP), merupakan rangkaian manajemen, prosedur-prosedur yang harus kita tempuh. Pengadaan barang/jasa merupakan bagian dari ilmu administrasi negara, hukumnya adalah hukum administrasi negara. Selain itu, kita juga mengacu pada administrasi pemerintahan, maka kalau ingin terhindar dari permasalahan hukum, modal utamanya adalah tertib administrasi. Menelisik beberapa teori manajemen modern, tertib administrasi adalah biasakan untuk melakukan yang tertulis dan tuliskan yang telah kita lakukan. Ini merupakan salah satu ikhtiar tertib administrasi, sehingga terhindar dari permasalahan hukum. Ketiga, bulatkan tekad, kuatkan prinsip, teguhkan hati, bahwa yang kita lakukan saat ini adalah mengelola keuangan negara, jangan pernah terpengaruh oleh intervensi dari siapapun dan jangan terpengaruh godaan sesaat. Niatkan ini sebagai ibadah. 

Pengadaan barang/jasa dalam penanganan keadaan bencana merupakan seni karena menggabungkan ilmu, strategi dan taktik untuk mencapai tujuan pengadaan melalui upaya terbaik dengan mengoptimalkan mitigasi resiko dan tetap memperhatikan prinsip dan etika pengadaan serta regulasi sebagai panglima. 

Salam Pengadaan!




Posting Komentar