“Salus populi suprema lex esto. Keselamatan
rakyat harus menjadi hukum tertinggi” (Cicero).
Awal tahun 2020 ini kita dihebohkan oleh kehadiran
SARS-CoV-2, nama virus pembawa penyakit Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
yang telah menyebar sejak akhir tahun 2019. Lebih dari 789.218 orang positif terinfeksi
COVID-19 yang tersebar di 200 negara, dengan total yang meninggal 38.090 orang
dan 166.441 orang telah dinyatakan sembuh (Kompas.com, 31/03/2020). Di
Indonesia hingga hari ini dilaporkan sebanyak dari 1.528 kasus positif COVID-19
terkonfirmasi, dengan total yang meninggal 136 orang dan 81 orang dinyatakan
sembuh (CNN Indonesia, 31/03/2020). Memiliki kecepatan penyebaran
dengan label “skyrocketed” ke seluruh dunia, COVID-19 sangat layak disebut sebagai pandemi, maka
tak mengherankan, World Health Organization (WHO) telah menyatakan
COVID-19 sebagai Global Pandemic tanggal 11 Maret 2020 dan tiga hari
kemudian pada tanggal 14 Maret 2020, Pemerintah Indonesia telah menetapkan wabah
ini sebagai Bencana Nasional.
Dalam penanganan keadaan darurat berupa bencana
alam, bencana non-alam antara lain berupa wabah penyakit, dan/atau bencana
sosial, Pemerintah berkewajiban untuk hadir memberikan pelayanan kepada
masyarakat agar keadaan darurat segera teratasi dan terkendali sehingga
mengurangi korban jiwa. Salah satu penanganan dalam keadaan darurat adalah
diperlukannya barang/jasa bersifat mendesak yang mengakibatkan tingkat
pemenuhannya memiliki prioritas kecepatan dan ketepatan seperti melakukan
penyelamatan dalam kondisi bencana, pengadaan Alat Pelindung Diri (APD),
masker, hand sanitizer, obat-obatan, dan kebutuhan mendesak lainnya.
Secara umum keseluruhan keadaan di atas merupakan
suatu kondisi yang pemenuhan kebutuhan barang/jasa tidak direncanakan
sebelumnya baik dari sisi jenis, jumlah dan waktu yang tidak dapat ditunda dan
harus dilakukan dengan segera.
Bagaimana Pengadaan Barang/Jasa
Dilakukan Dalam Kondisi Darurat?
Pengadaan Barang/Jasa dalam Penanganan Keadaan
Darurat adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa dalam masa status keadaan darurat
yang ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Bencana wabah COVID-19 termasuk
dalam kriteria keadaan darurat sebagaimana diatur dalam pasal 5 Peraturan
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 13 Tahun 2018 Tentang
Pengadaan Barang/Jasa Dalam Penanganan Keadaan Darurat.
Tahapan Pengadaan Barang/Jasa dalam penanganan
keadaan darurat meliputi: perencanaan pengadaan, pelaksanaan pengadaan yang
dapat dilakukan dengan penyedia maupun swakelola, dan penyelesaian pembayaran. Perencanaan
pengadaan meliputi identifikasi kebutuhan barang/jasa, analisis ketersediaan sumberdaya,
dan penetapan cara Pengadaan Barang/Jasa.
Siapa Saja Pelaku Pengadaan Dalam
Kondisi Darurat?
Dalam penanganan darurat, tidak dibutuhkan Kelompok
Kerja (Pokja) Pemilihan atau Pejabat Pengadaan untuk melakukan proses pemilihan
penyedia barang/jasa. Ada 3 (tiga) Pelaku pengadaan dalam penanganan keadaan
darurat, yaitu: (1) Pengguna Anggaran
(PA)/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) memiliki tugas: (a) menetapkan
identifikasi kebutuhan dan ketersediaan sumber daya yang dimiliki/tersedia; (b)
memerintahkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk melaksanakan Pengadaan
Barang/Jasa berdasarkan Status Keadaan Darurat; dan (c) mengalokasikan anggaran
yang diperlukan untuk Pengadaan Barang/Jasa dalam penanganan keadaan darurat;
(2) Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) memiliki
tugas: (a) melakukan identifikasi kebutuhan dan menganalisis ketersediaan
sumberdaya yang dimiliki/tersedia; (b) melakukan penunjukan Penyedia dalam
penanganan keadaan darurat; (c) menerbitkan SPPBJ; (d) apabila diperlukan,
melakukan serah terima lokasi pekerjaan kepada Penyedia; (e) menerbitkan
SPMK/SPP; (f) mengendalikan pelaksanaan pekerjaan; dan (g) melakukan
perikatan/perjanjian; (3) Penyedia memiliki
tugas: (a) melaksanakan pekerjaan; dan (b) melakukan serah terima hasil
pekerjaan kepada PPK.
Pengadaan
Barang/Jasa untuk Penanganan COVID-19
Keadaan darurat membutuhkan penanganan yang cepat,
khususnya dalam pengadaan barang/jasa untuk kebutuhan penanganan COVID-19 bagi
tenaga medis maupun masyarakat dan berbagai barang dan jasa kesehatan lainnya,
serta pemenuhan kebutuhan komoditas pangan. Kondisi darurat tersebut memberikan
kewenangan kepada Pemerintah untuk melakukan proses pengadaan barang/jasa
melalui mekanisme dalam keadaan darurat.
Mengacu pada Surat Edaran Kepala Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Penjelasan Atas Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Dalam Rangka
Penanganan COVID-19 bahwa pengadaan barang/jasa pemerintah dalam rangka
penanganan keadaan darurat COVID-19 dilakukan sebagai berikut: (1) Menteri,
Pimpinan Lembaga dan Kepala Daerah mengambil langkah-langkah lebih lanjut dalam
rangka Percepatan Pengadaan Barang/Jasa
Penanganan Darurat dalam rangka penanganan COVID-2019; (2) Pengguna Anggaran
atau Kuasa Pengguna Anggaran menetapkan kebutuhan barang/jasa dalam rangka
penanganan darurat untuk penanganan COVID-19 dan memerintahkan Pejabat Pembuat
Komitmen untuk melaksanakan pengadaan barang/jasa; (3) Pejabat Pembuat Komitmen
melaksanakan langkah-langkah sebagai berikut: (a) Menunjuk Penyedia yang antara
lain pernah menyediakan barang/jasa sejenis di instansi pemerintah atau sebagai
Penyedia dalam Katalog Elektronik. Penunjukkan Penyedia dimaksud dilakukan
walaupun harga perkiraannya belum dapat ditentukan; (b) Untuk pengadaan barang:
(1) menerbitkan Surat Pesanan yang disetujui oleh Penyedia; (2) meminta
Penyedia menyiapkan bukti kewajaran harga barang; (3) melakukan pembayaran
berdasarkan barang yang diterima. Pembayaran dapat dilakukan dengan uang muka
atau setelah barang diterima (termin atau seluruhnya); (c) Untuk pengadaan
pekerjaan konstruksi/jasa lainnya/jasa konsultansi: (1) menerbitkan Surat
Penunjukkan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) dan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK);
(2) meminta Penyedia menyiapkan bukti kewajaran harga; (3) menandatangani
Kontrak dengan Penyedia berdasarkan Berita Acara Perhitungan Bersama dan Berita
Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan; (4) melakukan pembayaran berdasarkan SPPBJ.
Pembayaran dapat dilakukan dengan uang muka atau setelah pekerjaan selesai
(termin atau seluruhnya); (d) Untuk pengadaan Barang, Jasa Lainnya dan
Pekerjaan Konstruksi diutamakan menggunakan jenis Kontrak Harga Satuan; (4)
Pengadaan barang/jasa untuk penanganan darurat dalam rangka penanganan COVID-19
juga dapat dilaksanakan dengan swakelola; (5) Untuk memastikan kewajaran harga
setelah dilakukan pembayaran, PPK meminta audit oleh Aparat Pengawas Intern
Pemerintah atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan; dan (6) Para pihak yang terlibat dalam
pengadaan ini wajib mematuhi etika pengadaan dengan tidak menerima, tidak
menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan,
komisi, rabat atau berupa apa saja dari atau kepada siapa pun yang diketahui
atau patut diduga berkaitan dengan pengadaan barang/jasa ini.
Pengadaan Barang/Jasa untuk Penanganan COVID-19,
selain berpedoman pada Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah Nomor 13 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Dalam Penanganan
Keadaan Darurat, juga harus
memperhatikan beberapa regulasi terkait, di antaranya: (1) Keppres Nomor
9 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19; (2) Inpres
Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran, Serta
Pengadaan Barang Dan Jasa Dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19; (3) Permendagri
Nomor 20 Tahun 2020 Tentang Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 di
Lingkungan Pemerintah Daerah; (4) Surat Edaran Kepala Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan Nomor SE-6/K/D2/2020 tentang Tata Cara Reviu Oleh Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah Atas Pengadaan Barang/Jasa Dalam Rangka Percepatan
Penanganan COVID-19; (5) Surat Menteri Keuangan Nomor S-247/MK.07/2020 tentang
Penghentian Proses Pengadaan Barang/Jasa Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Tahun
Anggaran 2020; (6) Surat Edaran Kepala LKPP Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Tata
Cara Pelaksanaan Pembuktian Kualifikasi/Klarifikasi Dan Negosiasi Pada Pemilihan Penyedia Dalam Masa Wabah
COVID-19; dan (7) Surat Edaran Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 8 Tahun 2020
Tentang Penggunaan Anggaran Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Dalam Rangka
Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-2019) Terkait Dengan
Pencegahan Tindak Pidana Korupsi.
Reviu
oleh APIP Dalam Rangka Penanganan COVID-19
Sesuai Surat Edaran Kepala Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan Nomor SE-6/K/D2/2020 tentang Tata Cara Reviu Oleh Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah Atas Pengadaan Barang/Jasa Dalam Rangka Percepatan
Penanganan COVID-19, langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan reviu,
yaitu: (1) Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) melaksanakan reviu secara
cepat, tepat, dan fokus dalam rangka mendukung percepatan penanganan COVID-19.
Reviu dapat dilaksanakan secara paralel dengan proses pengadaan
barang/jasa dengan tetap memperhatikan
protokol penanganan COVID-19; (2) APIP menyusun dan mendokumentasikan rencana
penugasan reviu yang antara lain mencakup tujuan penugasan, ruang lingkup,
alokasi waktu yang relatif singkat, dan alokasi sumber daya; (3) Hal-hal yang
perlu menjadi perhatian APIP dalam melakukan reviu adalah sebagai berikut: (a)
Memastikan bahwa kegiatan pengadaan barang/jasa Kementerian/Lembaga/Pemerintah
Daerah adalah dalam rangka percepatan penanganan COVID-19; (b) Meyakinkan bahwa
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah telah memiliki daftar identifikasi
kebutuhan barang/jasa dalam rangka percepatan penanganan COVID-19; (c)
Memastikan Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran telah memerintahkan
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk melaksanakan pengadaan barang/jasa dalam
rangka percepatan penanganan COVID-19; (d) Memastikan bahwa penyedia yang
ditunjuk oleh PPK memiliki kemampuan untuk melaksanakan pengadaan barang/jasa
yang antara lain ditunjukkan dengan pernah menyediakan barang/jasa sejenis di
instansi pemerintah, sebagai penyedia dalam Katalog Elektronik, atau bukti
lainnya; (e) Memastikan bahwa alat kesehatan dan alat kedokteran, dan obat yang
disediakan penyedia telah memiliki nomor registrasi atau sedang dalam proses
perpanjangan; (f) Memastikan bahwa penyedia barang/jasa menyiapkan bukti
kewajaran harga (pada kondisi penanganan COVID-19) yang akan diuji saat
dilaksanakan audit; (g) Memastikan bahwa barang yang telah dibayar sesuai
dengan pesanan dan akan diterima dalam jangka waktu yang telah disepakati
secara tertulis; (h) Untuk pekerjaan konstruksi/jasa lainnya/jasa konsultansi,
memastikanbahwa penyedia melaksanakan pekerjaan segera setelah Surat Penunjukan
Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) dan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) terbit; (i)
Untuk pekerjaan swakelola, memastikan bahwa Tim Pelaksana Kegiatan mempunyai
keahlian profesional, personil, dan sumber daya teknis serta telah menyetujui
untuk menyediakan barang/jasa; (j) Memastikan bahwa masing-masing pihak yang
terlibat dalam pengadaan barang/jasa
antara lain PPK. Tim Pelaksana Kegiatan (kegiatan swakelola), Penyedia
Barang/Jasa dana Penerima Barang/Jasa telah membuat dan menandatangani Pakta
Integritas pengadaan barang/jasa; (4) APIP mendokumentasikan informasi
pelaksanaan reviu dalam bentuk kertas kerja reviu dan disimpan secara tertib
dan sistematis agar dapat secara efektif diambil kembali, dirujuk, dan
dianalisa; (5) APIP mengkomunikasikan hasil reviu, memberikan saran dan
pendampingan apabila diperlukan perbaikan kepada Pimpinan
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah. Hasil reviu APIP
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah ditembuskan kepada Kepala BPKP bagi
Kementerian/Lembaga dan kepada Kepala Perwakilan BPKP bagi Pemerintah Daerah.
Hasil reviu disampaikan secara digital melalui surat elektornik (e-mail) yang telah ditetapkan. Selain itu, APIP Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dapat berkonsultasi
lebih lanjut dengan Tim Teknis Pengawalan Akuntabilitas Keuangan dalam rangka Percepatan
Penanganan COVID-19 pada BPKP Pusat dan Perwakilan.
Pencegahan Tindak Pidana Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi telah menerbitkan Surat
Edaran Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 8 Tahun 2020 tanggal 2 April 2020 Tentang
Penggunaan Anggaran Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Dalam Rangka Percepatan
Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-2019) Terkait Dengan Pencegahan
Tindak Pidana Korupsi. Surat Edaran tersebut memuat tentang pencegahan korupsi,
yaitu: (1) PBJ tetap memperhatikan perundang-undangan yang berlaku termasuk
aturan yang secara khusus dikeluarkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) tentang pelaksanaan pengadaan barang/jasa dalam rangka penanganan COVID-19.
KPK mendorong keterlibatan aktif Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan
atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam melakukan
pengawasan dan pendampingan terkait proses pelaksanaan PBJ serta berkonsultasi
dengan LKPP; (2) Prinsip PBJ pada kondisi darurat yaitu efektif, transparan dan
akuntabel, dengan tetap berpegang pada konsep harga terbaik (value for money) sebagaimana yang
tercantum dalam pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang
Pengadaan Barang/Jas Pemerintah bahwa salah satu tujuan PBJ adalah menghasilkan
barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, diukur dari aspek
kualitas, jumlah, waktu, biaya, lokasi, dan penyedia. Sehingga, harga tidak
menjadi variabel yang berdiri sendiri namun perlu juga mempertimbangkan
variabel lain pembentuk harga terutama kualitas dan waktu di tengah situasi
darurat/bencana ini. Prinsip transparan dan akuntabel harus dijalankan dengan
mendokumentasikan dan membuka setiap tahapan pengadaan dalam rangka mencari
harga terbaik (value for money)
tersebut; (3) KPK mengingatkan agar dalam seluruh tahapan pelaksanaan PBJ,
selalu menghindari perbuatan-perbuatan yang dikategorikan tindak pidana
korupsi, di antaranya: (a) Tidak melakukan persekongkolan/kolusi dengan
penyedia barang/jasa. Persekongkolan/kolusi yang biasa terjadi antara
penyelenggara Negara/ASN/pejabat publik dengan penyedia barang/jasa di
antaranya adalah mengatur harga barang/jasa bersama dengan penyedia, atau
mengatur pemenang di antara penyedia; (b) Tidak memperoleh kickback dari Penyedia. Kickback
adalah pembayaran balik dari penyedia, dimana pembayaran balik tersebut
merupakan bagian dari jumlah kontrak yang diterima penyedia. Inisiatif kickback bisa datang dari penyedia atau dapat
juga merupakan persekongkolan/kolusi antara penyelenggara Negara/ASN/pejabat
publik dengan penyedia; (c) Tidak mengandung unsur penyuapan. Penyelenggara
Negara/ASN/pejabat publik tidak boleh menerima pemberian atau janji dengan
maksud melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang menjadi kewenangannya atau
karena pengaruh atau wewenang yang dimilikinya. Suap menyuap dalam PBJ
melibatkan 2 unsur yaitu pemberi suap (penyedia Barang/Jasa) dan penerima suap
(Penyelenggara Negara/ASN/pejabat publik yang berwenang dalam pengadaan
barang/jasa); (d) Tidak mengandung unsur gratifikasi. Gratifikasi yaitu segala
bentuk pemberian dari pihak-pihak yang mempunyai hubungan dengan jabatan serta
berlawanan dengan tugas dan kewajiban selaku Penyelenggara Negara/ASN/pejabat
publik. Penyelenggara Negara/ASN/pejabat publik tidak boleh menerima hadiah
atau pemberian apapun, walaupun proses PBJ telah berjalan secara baik sesuai
dengan prosedur. Gratifikasi dapat meliputi uang, barang, rabat (diskon),
komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan,
perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya; (e) Tidak
mengandung unsur adanya benturan kepentingan dalam pengadaan. Penyelenggara
Negara/ASN/pejabat publik dapat memiliki potensi benturan kepentingan, dalam
pengadaan, misalnya calon penyedia barang/jasa adalah kerabat/anggota
keluarga/teman dari Penyelenggara Negara/ASN/pejabat publik yang berwenang baik
langsung maupun tidak langsung terhadap proses PBJ tersebut. Situasi tersebut
jika tidak dihindari atau tidak dimitigasi maka dapat berpotensi terjadinya
tindak pidana korupsi; (f) Tidak mengandung unsur kecurangan dan atau
mal-administrasi. Penyelenggara Negara/ASN/pejabat publik tidak berbuat curang
dan/atau sengaja memanipulasi administrasi PBJ yang melibatkan pihak penyedia
maupun pejabat berwenang dalam PBJ. Perbuatan curang dan atau kesengajaan dalam
memanipulasi administrasi PBJ yang melibatkan pihak penyedia maupun pejabat
berwenang dalam PBJ merupakan bagian dari tindak pidana korupsi; (g) Tidak
berniat jahat dengan memanfaatkan kondisi darurat sehingga merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara. Ancaman hukuman bagi yang berniat jahat
memanfaatkan kondisi darurat adalah hukuman amati atau penjara seumur hidup;
dan (h) Tidak membiarkan terjadinya tindak pidana korupsi, padahal mengetahui
dengan sadar akan ada akibat yang dapat menimbulkan kerugian negara tetapi
membiarkan (delik omisi) atau dengan
sengaja (met opzet) sebagai pelaku
atau turut serta melakukan atau turut membantu melakukan atau membujuk
melakukan.
Monitoring, Evaluasi, Dan Pelaporan
Monitoring,
evaluasi, dan pelaporan dilakukan oleh KPA/PPK terhadap tahapan kegiatan
pengadaan dalam penanganan darurat. Monitoring
dilakukan oleh KPA/PPK dan dapat dibantu oleh pihak lain yang independen
dan/atau pengguna/penerima akhir terhadap pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
dalam penanganan keadaan darurat dengan pemantauan lapangan atau laporan yang
diberikan oleh Penyedia. Monitoring dilakukan
terhadap kesesuaian kebutuhan pengadaan dengan hasil identifikasi kebutuhan dan
analisis ketersediaan sumber daya dan kesesuaian antara kebutuhan pengadaan
dengan hasil pekerjaan yang sedang/telah dilakukan.
Evaluasi dilakukan oleh KPA/PPK untuk menganalisis
kendala yang dihadapi dan menyusun rencana tindaklanjut untuk memitigasi atau
memprediksi kejadian/kondisi yang berpotensi menghambat pelaksanaan pekerjaan.
Setelah selesainya pekerjaan, KPA/PPK menyusun laporan penyelesaian pekerjaan
dan diserahkan kepada Pengguna Anggaran.
Pesan tuk Pelaku Pengadaan
Tetaplah berkreasi mendukung
penanganan keadaan darurat dalam rangka penanganan Covid-19. Beberapa pesan
untuk pelaku pengadaan barang jasa dalam keadaan darurat. Pertama, baca dan pelajari regulasi terkait pengadaan barang/jasa,
terutama dalam keadaan darurat. Dengan mempelajari ketentuan-ketentuan
tersebut, dapat mengurangi kecemasan sebagai pelaku pengadaan. Kedua, implementasikan apa yang telah
dibaca. Jadikan ketentuan-ketentuan tersebut sebagai pedoman. Karena yang
kita pedomani adalah administrasi negara. Ketentuan-ketentuan ini sebenarnya
terkait dengan Standar Operasional Prosedur (SOP), merupakan rangkaian
manajemen, prosedur-prosedur yang harus kita tempuh. Pengadaan barang/jasa
merupakan bagian dari ilmu administrasi negara, hukumnya adalah hukum
administrasi negara. Selain itu, kita juga mengacu pada administrasi
pemerintahan, maka kalau ingin terhindar dari permasalahan hukum, modal
utamanya adalah tertib administrasi. Menelisik beberapa teori manajemen modern,
tertib administrasi adalah biasakan untuk melakukan yang tertulis dan tuliskan
yang telah kita lakukan. Ini merupakan salah satu ikhtiar tertib administrasi,
sehingga terhindar dari permasalahan hukum. Ketiga, bulatkan tekad, kuatkan prinsip, teguhkan hati, bahwa
yang kita lakukan saat ini adalah mengelola keuangan negara, jangan pernah
terpengaruh oleh intervensi dari siapapun dan jangan terpengaruh godaan sesaat.
Niatkan ini sebagai ibadah.
Pengadaan barang/jasa dalam penanganan
keadaan bencana merupakan seni karena menggabungkan ilmu, strategi dan taktik
untuk mencapai tujuan pengadaan melalui upaya terbaik dengan mengoptimalkan
mitigasi resiko dan tetap memperhatikan prinsip dan etika pengadaan serta
regulasi sebagai panglima.
Salam Pengadaan!
Posting Komentar